REVOLUSI “ESKATOLOGIS” ISLAM
(Bertamasya ke Negeri Ayatullah)
Oleh : Ahmad Wasim*
Berbeda dengan Revolusi yang lainnya seperti Revolusi Perancis, Revolusi Kebudayaan Cina, Revolusi Rusia 1917, Revolusi Kuba 1959 dan revolusi-revolusi yang lain-lainya, Islam memiliki ciri khas (distinct) revolusinya sendiri.
Revolusi Islam tidak seperti konsep determinisme (kepastian sejarah/takdir) dan meterialisme-nya Marx atau laisses faire (kebebasan karsa) dan meterialisme-industrinya Eropa. Islam mempunyai filsafat perubahan (philosophy of change)-nya sendiri. Revolusi Islam tidak di dasarkan kepada ekstrimisme, perjuangan kelas, materi dan lainnya dari revolusi yang mereka lakukan. Akan tetapi Revolusi Islam lebih mencari akar terwujudnya dari keyakinan ideology atau pemahaman yang mendalam tentang Islam.
Islam tidak mau menyebut revolusinya dengan sebutan “Islam Revolusioner” karena istilah itu lebih akrab kepada ekstrimisme dan kebrutalan (brutality), akan tetapi Islam lebih memilih untuk menyebutnya sebagai “Revolusi Islam”. Tentu karena perbedaan mendasar yang melatarbelakangi terjadinya revolusi ini.
Pemikiran tentang ideology yang mulai di serang, di injak-injak dan di hancurkan oleh berbagai pihak (Baca; Kolonialisme Amerika, Perancis dan Inggris) yang tidak sejalan dan berhadapan (opposite) terhadap nilai-nilai Islam, melalui berbagai macam keadaan yang terus mengoyak-oyak keyakinan, akhlak, moral dan sangat membinasakan, yang dilakukan oleh kekuasaan hegemonic-despotic nampaknya menyadarkan suku Aria Persia Islam ini akan sebuah jihad yang revolutif.
Bagaimanakah Revolusi yang di tawarkan Islam? Bagaimana realisasinya dalam kenyataan? Adakah Revolusi Islam?
Murtadha Muthahari, dalam buku-bukunya, khususnya di dalam buku Falsafah Pergerakan Islam, menulis :
Dalam menafsirkan Revolusi kita, suatu golongan percaya pada interpretasi satu faktor. Memang ada tiga pandangan yang berbeda. Satu golongan beranggapan bahwa revolusi tersebut hanyalah bersifat materi dan ekonomi. Yang kedua mengatakan bahwa revolusi tersebut merupakan wujud cinta kebebasan. Yang ketiga mengatakan bahwa revolusi itu semata-mata bersifat agama.
Ada juga golongan lain yang berpendapat bahwa revolusi ini bukanlah revolusi dengan satu faktor, tetapi masing-masing ketiga faktor di atas mendukung terjadinya revolusi. Dengan kerjasama ketiga faktor tersebut, Revolusi akan abadi dan memberikan hasil.
Tetapi, disamping pandangan-pandangan ini, ada satu pandangan lagi yang kami pun setuju. Di sini saya akan mencoba sedapat meungkin mencoba menjelaskan pandangan ini.
Banyak orang mengatakan bahwa Revolusi kita adalah revolusi yang unik, suatu revolusi yang belum pernah ada bandingannya. Tentang keunikan Revolusi ini, orang-orang yang percaya kepada tiga faktor tadi menbantah bahwa tidak ada revolusi di dunia ini yang didalamnya ketiga faktor tadi bergerak bersama-sama dan saling berkaitan. Kita mempunyai gerakan politik yang tidak terstratifikasi (terbagi). Kita mempunyai pembagian-pembagian yang tidak bersifat politik, dan akhirnya jika keduanya bergerak bersama-sama, maka keduanya menjadi kosong dari faktor-faktor agama dan intelektual. Dalam hal ini, golongan ini telah menerima pandangan kami tentang keunukan revolusi ini.
Dalam pandangan kami, Revolusi ini adalah Revolusi Islam. Dan maksud keislaman ini harus dijelaskan. Sebagian orang percaya bahwa yang dimaksudkan dengan Islam adalah spiritualitas yang ada pada setiap agama, termasuk Islam. Sebagian yang lain berfikir bahwa yang dimaksud dengan Islam adalah sirkulasi ritus-ritus dan upacara-upacara keagamaan dan kebebasan beribadah serta peraturan-peraturan (tertulis) kanonikal. Namun walaupun demikian berlawanan dengan pemikiran orang-orang Barat tentang agama, paling tidak dengan kita, jelas bahwa Islam bukanlsh sekedar spiritualitas. Kenyataan ini bukan hanya benar dalam Revolusi ini, tetapi juga dengan masa pertama (revolusi) awal Islam.
Di bagian lain Muthahari menjelaskan bahwa Revolusi Islam Iran bukan hanya revolusi materi dan kelas yakni kebangkitan orang-orang miskin melawan orang-orang kaya dan kebangkitan orang-orang teraniaya atas para penindas sebagaimana penganut pemikiran ini menegaskannya dengan (QS. 28:5-6).
Akan tetapi, ada satu hal yang bagus dalam Al Qur’an yang tidak diketahui oleh mereka yaitu Islam memahami bahwa gerakan keagamaan diarahkan kepada orang-orang miskin, tetapi tidak dikatakan bahwa pemula gerakan dan revolusi semata-mata orang miskin. Hal ini bertentangan dengan aliran materialisme. Islam percaya bahwa gerakan yang dilakukan Nabi adalah sesuatu yang penting bagi-orang-orang yang tertindas tetapi Islam tidak menganggapnya secara khusus sebagai beban orang-orang itu. Kurangnya pemahaman tentang perbedaan antara asal pergerakan dan arahnya ini telah menjadi sumber berbagai kesalahan.
Islam mendasarkan revolusinya pada sifat manusia dan keamnusiaan sebagai individu, berbeda dengan revolusi social yang tidak berdasarkan itu, tetapi berdasarkan perubahan sosial.
Islam tidak menganggap dirinya khusus untuk orang-orang tertindas. Semua golongan dan kelas-kelas social, baik yang kaya maupun yang miskin, termasuk didalamnya. Hal ini disebabkan menurut pandangan-dunia (world-view) islam, didalam tiap-tiap diri penindas, didalam diri tiap-tiap Fir’aun, terdapat seorang manusia yang terbelenggu. Didalam logika Islam, Fir’aun tidak hanya membelenggu Bani Israel, tetapi juga membelenggu ‘seorang manusia’ di dalam dirinya, seorang manusia yang mempunyai sifat-sifat keagamaan dan merasakan nilai-nilai keagaman, tetapi ditekan oleh Fir’aun dari luar. (Musa? red).
Ajakan awal para Nabi adalah ‘manusia’ dalam diri Fir’aun untuk membuat perubahan dan Revolusi dari dalam. Al Qur’an berkata tentang revolusi dalam diri ini:
“Dan seorang laki-laki beriman diantara keluarga Fir’aun, yang menyembunyikan imannya…” (QS. 40:28).
Istri Fir’aun adalah contoh terbaik revolusi dalam diri ini, yang kemudian berbalik menentang Fir’aun.
Memang, ajakan Musa lebih diterima dengan senang hati oleh oleh orang-orang tertindas, persis seperti orang-orang miskin menerim ajakan Rasulullah untuk masuk Islam, walaupun banyak juga orang-orang kaya yang juga menerimanya. Pada masa kita pun banyak orang miskin menerima Revolusi Islam, karena Revolusi ini adalah untuk kepantingan orang-orang miskin dan bergerak kearah mereka, yaitu kearah keadilan. Karena bergerak kearah keadilan maka perlu mengumpulkan secukupnya dan memberikannya kepada orang-orang miskin.
Dari penjelasan singkat diatas nyatalah bahwa Revolusi Islam mempunyai perbedaan yang sangat distinct, dengan yang lainnya. Revolusi Islam lebih menunjukkan sisi-sisi eskatologis, karena demikianlah Islam yang sebenarnya, dalam bahasa yang familier di sini (Indonesia), Rahmatan lil ‘Alamin. Mudah-mudahan tulisan ini menjadi tamasya yang menyenangkan dan menjadi sedikit tambahan pengetahuan kita untuk memahami apa yang terjadi dalam Revolusi di Negeri Ayatullah dan Ali Syari’ati itu (Iran). Wallahu A’lam.
___________________________________
* Penulis adalah Penyuluh Agama Islam pada Kantor Departemen Agama Kabupaten Indramayu wilayah Kertasemaya
* Penulis adalah Penyuluh Agama Islam pada Kantor Departemen Agama Kabupaten Indramayu wilayah Kertasemaya
No comments:
Post a Comment