Wednesday, December 14, 2011

Al-Hikam - 03. Berjuang dari Aib Menuju Yang Gaib

03. Berjuang dari Aib Menuju Yang Gaib

"Sangatlah dungu orang yang menginginkan terjadinya sesuatu yang tidak dikehendaki Allah pada suatu waktu."

"Menunda beramal (saleh) guna menantikan kesempatan yang lebih luang, termasuk tanda kebodohan diri."

"Jangan meminta kepada Allah supaya engkau dipindah dari suatu keadaan (hal) ke keadaan yang lain. Sekiranya Dia menghendaki yang demikian, Dia tentu telah memindahkanmu tanpa mengubah keadaanmu sebelumnya."

"Bila semangat seorang salik ingin berhenti pada sebagian yang tersingkap baginya, suara-suara hakikat memperingatkannya, "Yang engkau cari masih di depan!", Demikian halnya bila tampak keindahan alam, hakikat-hakikat memperingatkanmu, "Kami hanyalah batu ujian, maka janganlah engkau kafir" (QS 2:102)"

"Engkau meminta dari Allah berarti menuduh-Nya. Engkau meminta kepada-Nya berarti mengumpat-Nya. Engkau meminta kepada selain-Nya berarti engkau tak punya rasa malu kepada-Nya. Dan engkau meminta dari selain-Nya berarti engkau jauh dari-Nya."

"Tiada suatu nafas berhembus darimu, kecuali disitu takdir Tuhan berlaku padamu."

"Jangan menunggu hingga habisnya gangguan bayang-bayang makhluk, sebab yang demikian itu akan menghalangimu dari waswas diri kepada-Nya dalam tahapan di mana engkau Dia tempatkan."

"Selama engkau berada di dunia ini, janganlah terkejut dengan adanya penderitaan. Sesungguhnya penderitaan muncul hanyalah karena memang menjadi sifat pantasnya atau karakter aslinya."

"Pinta tiada tertahan selama engkau memohon kepada Tuhan. Namun, pinta tiada mudah bila pada dirimu sendiri engkau berserah."

"Di antara tanda keberhasilan pada akhir perjuangan adalah berserah diri kepada Allah sejak permulaan."

"Siapa cemerlang pada permulaan, cemerlang pula pada kesudahan."

"Apa yang tersimpan dalam kegaiban hati, pada dunia nyata akan termanifestasi."

"Betapa jauh bedanya antara orang yang berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam, dan orang yang berdalil bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah. Orang yang berdalil dengan adanya Allah mengerti kebenaran adalah bagi Pemiliknya, sehingga ia menetapkan segala perkara dengan merujuk kepada asalnya. Sedangkan berdalil untuk adanya Allah adalah karena tidak sampai kepada-Nya. Betapa tidak! Bilakah Allah itu gaib sehingga diperlukan bukti untuk mengetahui adanya Allah? Dan bilakah Dia itu jauh sehingga benda-benda alamlah yang mengantar kepada-Nya?"

"'Hendaklah orang yang mempunyai keluasan harta berderma menurut kemampuannya', ditujukan kepada mereka yang telah sampai kepada Allah. 'Dan siapa yang disempitkan rezekinya, hendaknya mendermakan apa yang diberikan Allah kepadanya' (QS 65:7), ditujukan kepada merekayang tengah menuju Allah."

"Orang-orang yang tengah menuju Allah mendapat petunjuk dengan cahaya pendekatan. Sedang orang-orang yang telah sampai kepada Allah mempunyai cahaya tatap muka. Yang pertama milik cahaya, sedangkan cahaya milik yang terakhir, sebab mereka milik Allah, bukan milik sesuatu selain-Nya. 'Katakanlah, "Allah", kemudian biarkan mereka bermain-main dalam ketenggelaman mereka' (QS 6:91)"

"Usahamu mengetahui beberapa kekurangan yang tersembunyi dalam dirimu lebih baik ketimbang usahamu menyingkap perkara gaib yang tersembunyi darimu."

"Allah tidak teralingi, Engkaulah yang teralingi dari melihat-Nya. Sekiranya ada sesuatu yang mengalingi Allah, sesuatu itu akan menutupi-Nya. Dan sekiranya ada tutup bagi-Nya, tentu ada batasan bagi wujud-Nya. Dan sesuatu yang membatasi tentu menguasai yang dibatasi, padahal, 'Allah Maha Berkuasa atas semua hamba-Nya' (QS 6:18)"

"Keluarkankanlah dari sifat-sifat kemanusiaanmu, setiap sifat yang menyalahi penghambaanmu, supaya mudah bagimu menyambut panggilan Allah dan mendekat ke hadirat-Nya."

"Pangkal segala maksiat, kelalaian, dan syahwat adalah pengumbaran nafsu. Dan pangkal segala ketaatan, kewaspadaan, dan kebajikan adalah pengekangan nafsu. Bersahabat dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya lebih baik bagimu ketimbang bersahabat dengan orang pintar yang memperturutkan hawa nafsunya. Kepintaran apalagi yang dapat disandangkan pada orang pintar yang selalu mempertaruhkan hawa nafsunya? Dan kebodohan apalagi yang dapat disandangkan pada orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya?"

Artikel Terkait

No comments:

 
;