Saturday, May 23, 2009

NOL ADALAH NILAI TERTINGGI

Sebelum memasuki tulisan sebenarnya ada baiknya saya sampaikan bahwa tulisan ini terinspirasi oleh percakapan yang santai tapi cukup serius di antara kami dalam sebuah ruang dan waktu di sebuah Blog Rindu Perempuan di Kebun Hikmah. Banyak sekali komentar yang ditujukan kepada tulisan dengan judul “Allah, The Invisible Hands”. Saya kurang tahu mengapa “Hands” di diberi tambahan “s” dibelakangnya, mungkin karena Yang mempunyai “Hand” di sana banyak mempunyai “pertolongan” karena Ia Maha penolong. Mungkin juga karena Ia satu-satunya Sang Maha Penolong. Dari banyak komentar yang ada disana sedikit saya ambil beberapa diantaranya karena karena itulah yang menurut saya patut saya masukkan dalam tulisan ini.

Ingin segera mengetahui percakapan kami silahkan membaca tulisan selengkapnya.

Untuk mempermudah pembaca tentang tulisan ini, saya sampaikan (kalau boleh dikatakan) sistematika tulisan ini. Yang pertama ingin saya sampaikan dalam tulisan ini adalah; saya akan sampaikan sepenuhnya tulisan (artikel) Ade (pemilik Blog itu), agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dan menyerahkan kepada pembaca untuk mempunyai pendapat sendiri apabila nanti tidak puas dengan keseluruhan tulisan ini. Kemudian saya sampaikan seluruh komentar yang sudah saya sortir, begitu juga komentar saya dalam Blog itu. Selanjutnya sebisa mungkin saya tambahkan penutup dari saya untuk tulisan ini (kalau ada).

Baiklah inilah tulisan itu:



Allah, The Invisible Hands

Karena tadi malam saya sulit tidur [sudah sepuluh hari insomnia saya kambuh] jadi tadi malam saya sahur bersama si mbok, dan menikmati malam sambil bercengkrama tentang rembulan yang tak nampak menjelang pagi ini, dan hikmah insomnia saya adalah sahur kenyang dan hari ini saya kuat berpuasa terima kasih ALLAH, sedalam itu cintaMU kepada saya …

Dan sambil menunggu buka puasa sore ini saya memparkir jiwa saya di Gramedia PIM I, mendapatkan satu buku “Tawakal untuk mencapai ridho ALLAH“ saya mencari sudut agar terhindar dari pandangan dan sambil merapatkan tubuh saya di atas sofa, saya mulai membaca baca buku yang saya dapat ini, “duh si Ade, bukannya beli malah baca disini” hemat, dan ada yang menarik jiwa saya ketika mendapat kalimat “INDAHNYA KETIKA ALLAH MENCINTAIMU” sebagai hadiah dari tawakal… wah dahsyat, lalu terbayang bayang di jiwa saya jika dicintai oleh manusia saja saya sudah klepek klepek gak enak makan, gak enak tidur apalagi dicintai oleh ALLAH yang memiliki segalanya yah ehm
Tawakal adalah titik NOL [saya banget nih], menempatkan diri pada titik netral, ini yang kemudian penting. Kondisi yang menjepit dan membuat sesak dada kadang akan bener benar lega setelah kita mencari cara untuk benar benar bertawakal. Dan tidak setiap orang bisa merasakan tawakal. Pasrah dan berserah diri bersujud meminta ALLAH untuk merengkuhnya hingga dirinya hangat dalam selimut Ilahi. Berserah dan mencoba terus intim dengan ALLAH Sang Maha Pemurah dan maha penuh cinta untuk terus memeluknya…

Tawakal adalah ketika diri harus terus bersujud, meletakan kepala yang penuh dengan egois ke titik terendah dari bumi ALLAH. Tawakal adalah ketika diri menyerahkan jasad, jiwa, logika, indera, hati dan intuisi kepada Sang Pemilik itu semua. Tawakal adalah saat dimana ide tentang “Cinta Suci” benar benar menemui tempatnya mendekati Sang Pencipta Cinta. Tawakal berarti ketika diri yang egois menangis karena terlalu memikirkan diri sendiri. Tawakal adalah ketika diri yang Sok Tau menghiba minta ampunan telah banyak meninggalkan Sang Penentu dalam penentuan penentuan urusan. Tawakal adalah ketika diri tiba tiba menghapus rasa takut akan apapun, akan siapapun dan dimanapun. Tawakal adalah ketika diri tiba tiba menjadi sangat rindu dekapan-Nya. Dan tidak ada lagi yang berarti kecuali ‘mencari cara’ untuk mendekat kepada-Nya.

Jadi, tawakal bukanlah menjadikan takdir sebagai kambing hitam, terlalu sempit pikiran kita ketika menggunakan kata tawakal sebagai pelarian dari segala masalah, karena tawakal yang sesungguhnya adalah menjadikan ALLAH sebagai sandaran hati *Letto mode ON* menjadikan ALLAH sebagai satu satunya cinta, dan ketika ALLAH mencintai kita, menjadikan kita kekasihNYA maka the invisible hands yang akan menyelesaikan segala urusan, dan ketika ALLAH yang menyelesaikan semua urusan kita maka inilah TITIK NOL sebagai hasil dari tawakal

Ketika ALLAH telah mencintai kita, telah menjadikan kita kekasihnya maka setiap kekasih adalah ingin membahagiakan kekasihnya bukan? begitupun ALLAH, setiap kekasih tak ingin kekasihnya menangis dan sedih kan? begitupun ALLAH dan setiap kekasih ingin bertemu dengan kekasihnya kan? begitupun ALLAH maka kekasih ALLAH adalah yang diamnya adalah Astagfhirullah, tarikan napasnya adalah La Illahaillahllah, gerakan hatinya adalah Hamdallah, bicaranya adalah dakwah, dan gerak tangannya adalah sedekah untuk menolong hambanya yang lain, lidahnya adalah amanah, dan saksikan sang “INVISIBLE HANDS” akan bergerak mecintainya, melindunginya dan mengembalikannya ke jalan yang lurus, jihad fi sabilillah dan ia akan meninggal dalam rengkuhan cinta ILLAHI, khusnul khotimah.

Ayo, raih cinta ALLAH sedalam dalam yang kita mampu, lepaskan keinginan keinginan duniawi, dan saksikan bagaimana mukzizat demi mukzizat terjadi … indahnya dicintai ALLAH, mau kan? ayo mulai sekarang, kosongkan hati dari napsu dunia, kosongkan jiwa dari keinginan keinginan fana dan semu dan isi hanya dengan mengingat ALLAH dan buktikan cintaNYA
ALLAH tidak pernah ingkar janji loh, dan ketika kecintaan kita kepada dunia melebihi cinta kepada ALLAH, maka tunggulah adzab yang amat pedih … douh TAKUT

***


Kemudian, sebagai komentar pertama yang menurut saya penting (bukan berarti yang lainnya tidak penting dan diambil dari urutan yang tercepat mengomentari) adalah dari Kang Aa’, seperti ini:

Tawakal secara etimologis berasal dari kata “al-wakalah” yang berarti mewakilkan, memercayakan, atau menyerahkan. Tawakal merupakan ungkapan tentang penyandaran diri kepada sesuatu yang diwakilkan dan dianggap mampu mendatangkan sesuatu sesuai dengan keinginannya. ALLAH bersifat “Al-Wakil” karena DIA mewakili hajat hamba-hamba-NYA, atau dalam bahasa yang sederhana, sebagai tempat bersandar atau menyerahkan segala urusan.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa “Tawakal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang ditawakali) semata.” (Ihya’ Ulumid Din, 4/259)

Kemudian dari Kang Aa’ lagi :
Setiap manusia pastinya mempunyai keinginan dan cita-cita, untuk meraih hal tersebut Islam menuntun dan mengajarkan kpd kita untuk IKHTIAR (BERUSAHA), BERDO’A dan TAWAKKAL.
IKHTIAR adalah suatu bentuk kesungguhan kita dalam meraih keinginan dan cita-cita tsb. Adapun DO’A adalah wujud pengakuan kita akan Dzat yang Maha Kuasa. Sebagai makhluk yg lemah, kita berdoa memohon kekuatan-NYA agar keinginan tsb dapat tercapai. Sedangkan TAWAKKAL adalah implementasi dari pengakuan kelemahan dan kekurangan kita. Setelah segala usaha kita lakukan dengan segenap kemampuan yg kita miliki dan berdoa sungguh-sungguh, kita serahkan hasilnya kepada ALLAH. Tetap memohon yg terbaik dari hasil usaha atau ikhtiar kita itu.
TAWAKKAL merupakan upaya berserah diri kepada ALLAH diiringi keyakinan bahwa apa yg akan kita peroleh dari usaha kita itu adalah yg terbaik menurut ALLAH, dan segala sesuatu yg terbaik menurut ALLAH sudah pasti yg terbaik untuk umat-NYA.
So, apapun yg terjadi pada diri kita itu adalah yg terbaik untuk kita!
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian/peristiwa (baik pahit maupun manis) yg terjadi pada diri kita. Amin yaa ALLAH…

Kemuadian dari Teh mujahidahwanita :
Berserah diri kepada Allah dengan sebenar2nya penyerahan diri bahwa diri ini Laa Hawla…….. dan sadari lah itu
Barang siapa yang bertawakkal kepadaKu, maka akan Kubukakan jalan keluar baginya apabila ia mendapatkan kesulitan.
dan Kuberi Rejeki yang ia sendiri tiada menyangka2 datangnya…
dan apabila ia berserah diri kepadaKu dengan sebenar2nya maka “AKU akan menjamin hidupnya”
Sesungguhnya kepadaKulah kembali segala sesuatu urusan…

Selanjutnya dari Kang sabdalangit :
KELEMAHAN TERBESAR MANUSIA dalam berTAWAKAL
“Kemanunggalan” (manunggaling kawula Gusti) merupakan bentuk tawakal yang meliputi seluruh dimensi hidup. Melibatkan semua unsur hidup dalam jati diri manusia yakni :
1. HATI
2. PIKIRAN
3. UCAPAN dan
4. TINDAKAN
………………….
Sementara itu, Tawakal selalu diekspose sebagai keindahan dalam rasa yang berada dalam kepasrahan penuh (tidak mutlak) kepada Ilahi. Melibatkan hati, fikiran, dan batin. Mencakup panca indera yang mengarahkan kiblatnya pada sang Causa Prima. Sehingga manusia berharap bisa “bersetubuh” dengan Tuhan setiap hela nafas. Dan hal ini merupakan KEBUTUHAN MANUSIA, jadi idealnya kita jangan sampai berharap-harap PAHALA atas ibadah vertikal kpd Yang Transenden ini.
Hanya saja, kadang orang menjadi cepat puas diri bahkan lupa, bahwa tugas dalam mengolah tawakal cukup berhenti pada perilaku hati, pikiran dan batin saja. Tataran ini masih dalam relasi habluminallah, yang bersifat individualisme, dan sekali lagi MERUPAKAN KEBUTUHAN spiritual SETIAP MANUSIA sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME.
Sementara itu, akan menjadi lebih baik bila ke-empat unsur di atas, dapat berjalan secara kompak dan serempak melibatkan HATI, PIKIRAN, UCAPAN, dan TINDAKAN KONKRIT. Menselaraskan PERBUATAN dalam “rumus-rumus Tuhan” yg tergelar di dalam jagad raya. Sebagai manifestasi habluminallah. Dan disitulah letak “manunggaling kawula Gusti”.
Jika ke 4 unsur itu tidak bisa berjalan, tawakal hanya sekedar menjadi JARGON, ruang EGOISME pribadi, LATAH, NATO (not action talk only) dan akhirnya kepuasan batin menjadikan sulit menilai kelemahan diri. Itulah mengapa, banyak orang sudah merasa keimanannya hebat, lalu teguran dan hukuman tuhan di dunia ini dianggap sebagai “cobaan bagi org2 yg beriman”. Maka terlenalah sudah manusia.
salam sejati
salam taklim
salam asih asah asuh
salam sihkatresnan
Kemudian dari Kang fauzi :
@Om sabda langit.. ya intinya nerimo ing pandum.
Setiap kejadian baik ataupun buruk diterima dengan rasa syukur , jangan terjebak dengan penafsiran pikiran.
Pikiran kita terlalu sempit untuk memahami apa yang menjadi kehendak – Nya.
Hidup itu jalani saja ketemu baik ya bersyukur, ketemu buruk ya bersyukur dan bersabar.. ngga susahkan??
Kadang manusianya sendiri yang bikin ruwet dengan mendramatisir suasana.
Padahal kejadian baik ataupun buruk merupakan hal yang wajar didunia.

Ada juga dari Kang Farid :
Asyalamu’allaikum wr..wb..
Genggamlah dunia dengan dua tanganmu..agar engkau bisa menjaganya dengan baik,dan bila waktunya tiba engkau akan mudah pula melepaskannya..
Letakkan Akhirat dalam dadamu,agar engkau tidak tergoda rayuan dunia.(Semoga tidak dibalik)
Berdo’alah..karena do’a adalah bentuk komunikasi langsung kita dengan Allah..
Tidak ada do’a (yg ikhlas penuh kepasrahan) yang tidak dijawab,persoalannya hanya persoalan waktu..bisa sekarang atau nanti.
INVISIBLE HANDS ?, maaf sepertinya gak cocok deh kata khiasan ini..karena Zat Allah itu suci,tdk serupa dengan makhluk..(maaf kalo salah), atau yg dimaksud invisible hands disini..seperti james bond atau wiro sableng?..oh semoga tidak, kasihan kaum hawa kalau kedua tokoh ini yang jagain..

Selanjutnya dari Kang jafar soddik :
“Kesedihan dan rasa gelisah menjadi panjang bagi orang yang matanya mengejar apa yang dimiliki orang lain.”
Kalimat di atas merupakan pencerminan ketika seseorang mengandalkan dan memasrahkan dirinya untuk sesuatu yang secara nafsu manusiawi ia inginkan. Nafsu manusiawi itu bisa berupa materi yang berlimpah, jabatan yang tinggi, pasangan ‘impiannya’ dan lain sebagainya.
Seseorang mungkin awalnya tidak sadar bahwa apa yang ia andalkan dan pasrahkan untuk dimiliki belum tentu merupakan ketentuan dari Allah, karena yang ia lihat hanyalah satu ’segmen’ dari kehidupan dia, padahal jika kita meyakini bahwa Allah-lah Yang Maha Tahu semua segmen kehidupan kita tentu tak akan ada kesedihan dan rasa gelisah yang berkepanjangan apabila impian dan harapan kita tidak terkabulkan.
Menyandarkan kepada kehadirat Ilahi adalah dengan meyakini setiap nafas, setiap kedipan, setiap langkah, ada Pemiliknya dan setiap doa, setiap usaha, setiap kegagalan, setiap pencapaian, juga ada Pemiliknya.
“Anugerahkanlah kepadaku derajat qana’ah yang dapat membuatku sendiri, dibanding sibuk dengan persoalanku, yang dengannya aku akan merasa ridha dengan ketentuan Mu.”

Dan terakhir dari saya sendiri http://ahmadwasim.blogspot.com/ :
Titik Nol adalah titik yang berada diantara 1 dan minus 1, diantara sejuta dan minus sejuta, di antara 1 trilyun dan minus 1 trilyun. Begitulah “Nol” adalah keseimbangan pribadi seseorang, keseimbangan pribadi Jalaluddin Rumi, ketika beliau berkata : Jadikan dirimu seonggok “mayat” di lautan lepas penuh badai, penuh gelegar petir menyambar, penuh topan melanda. Namun “mayat” tidak akan pernah tenggelam oleh deras dan ganasnya badai dan ombak dilautan. Seonggok “mayat” ada dalam dekapan Sang Pemilik ‘mayat’.

Titik Nol adalah kearifan tiada tara sehingga dia (kata kang Jalal) telah masuk kedalam wilayah (kewalian, bahkan kenabian, red), ia dapat mengkondisikan raganya tidak akan kedinginan ketika dingin mencekam. tidak merasakan kepanasan ketika panas membara (ibrahim, red), tidak akan tenggelam oleh lautan (musa), tidak akan kelelahan seluruh waktunya di habiskan untuk beribadah (Rabiah, red). Titik Nol adalah predikat TAQWA setelah menjalani berpuasa karena diperintahkan juga kepada mereka sebelum kamu. Titik Nol adalah Tawakkal (netral), ridlo yang merupakan akhir stasiun sufi (salik) menurut quraisy syihab. Titik Nol adalah mardhatillah.
***


Terakhir, mohon maaf kalau banyak disana sini kekliruan penulisan dan lain sebagainya. Intinya saya hanya ingin memberitahukan kepada pembaca semuanya bahwa betapa indahnya ber”kongkow-kongkow” seperti ini. Ringan tapi mendapatkan sesuatu yang lumayan mencerahkan. Semoga bermanfaat. Amin. Wallahu A’lam.


Artikel Terkait

No comments:

 
;